Cahaya bulan malam ini redup.
Raganya samar tertutup awan. Bercahaya namun tak bersinar terang. Bentuknya
utuh, nyata, tapi seakan rapuh. Seperti kisah klise dalam roman, aku menatap
raganya dan melafalkan namamu dalam hatiku. Bertanya, “Bagaimana kabarmu?”,
seakan kamu bisa mendengar apa yang aku utarakan dan berharap kamupun sedang
melakukan hal yang sama.
“Apa yang kamu lepas, nantinya
akan kembali lagi ke kamu.” – Mr. T (Guru Les Bahasa Inggrisku).
Apa benar seperti itu nantinya?
Aku tak ingin berharap untuk sesuatu yang aku tidak tahu kepastiannya. Aku
ingin meyakininya. Tapi rasa takut akan kecewa, jauh lebih besar membayangiku.
Pada akhirnya aku hanya bisa meng-Aamiin-i dan menyerahkan semuanya pada kuasa
Tuhan.
Selama 20 tahun aku hidup, aku
terlalu banyak mengatur Tuhan. Menuntut, marah, membangkang. Aku lelah. Dan
saat ini aku merasa, ini waktunya aku harus mau diatur oleh Tuhan. Oleh agama
yang aku anut. Menyesali segala kesalahan yang aku perbuat, mencoba memperbaiki
diri dan patuh pada aturannya.
Aku merasa mungkin ini hukuman
dari-Nya atas kesalahan yang kita lakukan. Tuhan memisahkan kita, agar kita
tidak semakin terjerumus. Mungkin juga Tuhan memisahkan kita, agar kita bisa
saling memperbaiki diri untuk hubungan kita yang lebih baik di masa depan.
Entah nantinya kita akan kembali atau tidak, tapi aku ingin menjadi seseorang
yang tidak seperti terakhir kamu kenal.
Hari ini aku membaca sebuah
kutipan, di dalamnya dikatakan bahwa, Perempuan baik – baik tidak akan merebut
milik perempuan lain. Aku merasa tertohok. Rasanya kayak digaplok. Berpikir,
“Apa iya aku salah satu ‘mereka’?”.
Ingin menangis. Tapi apa yang
harus aku tangisi? Kepergianmu? Bahkan ragamu tak pernah aku tahu.
Kehilanganmu? Bagaimana bisa, jika memilikimu saja aku tak pernah. Patah hati?
Aku tidak mencintaimu. Lebih tepatnya, aku tidak tahu.
Bi, setelah berjalannya waktu,
ada kemungkinan kalau aku mencintaimu. Dan kemudian aku berpikir, “Kenapa aku
tidak menyadari ini lebih cepat?”, dan aku mungkin akan menyesalinya ketika
tahu bahwa aku terlambat. Fakta bahwa kamu berada disisiku dari kejauhan sana,
selama lima tahun ini, dan sekarang tidak berada di sisiku lagi, terkadang...
tiba – tiba, aku merasa begitu sedih.
That’s my burden to bear.
Your feelings are your own.
Your dear, who calls
Batman,
Andini.